Senin, 28 September 2015

merdeka itu

merdeka itu seperti burung, tulis paul mc cartney, bukan seperti burung dalam kemelut kabut asap tentu saja. merdeka hanya milik burung-burung di hutan perawan, lautan oksigen.
merdeka adalah kemandirian murni, demikian kata bung karno, berdiri di atas kaki sendiri, teriak inggris kita linggis amerika kita seterika.
merdeka itu kamu, kataku. entitas yang berdiri tegak di tengah badai, karena meyakini, sesuatu yang tidak mampu membunuhmu bukan aja akan membuatmu kuat, juga akan membuatmu makin cerdas.

merdeka itu aku, inginku. mencintai tanpa memenjarakan. memiliki tanpa melemahkan.

merdeka itu ai lop yu :D

Jumat, 25 September 2015

surat cinta yang kepagian

dilarang mencintai bunga-bunga, begitu kata pak kunto, karena bunga-bunga adalah kelemah gemulaian, agak betina, dan jauh dari kedigdayaan. begitu juga dengan aku, sejak lama tak suka bunga-bunga, baik sebagai tumbuhan dengan warna-warni maupun sebagai benda yang menebarkan wangi, apalagi bunga kata-kata, metafora yang menjauhkan inti dari kata-kata. aku lebih suka batang-batang ejawantah, meski tak indah.

tapi itu dulu, ketika langitku bukan kamu.

bunga tak hanya indahnya saja, begitu kata matamu, melainkan wakil dari keabadian. tentu saja bukan bunga-bunga di pasar tamansari. bungamu adalah rumah penuh serbuk sari, yang memperlakukanku sebagai satu-satunya putik, menyambung generasi kami.

tak cukup mewakilkan keindahanmu pada bunga, juga wangimu. karena kamu adalah keindahan dan wewangian itu sendiri, aku tenggelam di dalamnya.

eh, lupa..aku bahkan tak pernah mengirimmu setangkaipun bunga, karena kamu adalah bunga itu sendiri :)

Sabtu, 19 September 2015

rumah rockstar

kami percaya rumah itu berhantu. kata nenek, selain aroma dupa dari rumah itu kerap terdengar bebunyian asing. bunyi gitar yang merintih dan tetabuhan perkusi yang berdentum ritmik, seperti kuda liar dari sumbawa. 10 tahun kemudian, setelah nenek tiada, kami sepakat bebunyian itu lagu-lagu van hallen, meski sampai detik ini belum tahu lagu yang mana, pokoknya naluri kami bilang itu van hallen.

*      *     *

rumah itu berjendela tinggi, terletak di pinggir sungai yang menurut tome pires, seorang petualang dari portugis, terletak di pinggir kali menuju dermaga tua, tempat kulit kijang hutan dikapalkan. pintunya setinggi michael jordan ditambah tiga jengkal, lalu kusen membingkai kaca patri berlukisan mirip yesus, tidak jelas benar ekspresinya karena bagian mata dan bibirnya tergores peluru di jaman perang.
rumah tua itu tampak menjulang, dulu nenek bilang di sore hari, di berandanya belanda tua tuan tanah bersantai dengan para bedindenya, sementara keluarga kami dari seberang kali, bermimpi kelak akan berganti posisi.

*    *    *

tahun lalu kami sekeluarga berselisih paham mengenai kesepakatan naluriah tentang van hallen tersebut. kakak pertama mencabut belati untuk membela nalurinya yang berganti yakin bebunyian tilman brothers, kakak kedua merajuk bahwa itu lagu-lagu awal masa jaya kerontjong tugu, sedangkan dentum perkusinya hanyalah efek angin laut yang suka melebih-lebihkan bunyi. kakak ketiga dengan yakinnya bilang itu lagu-lagu di kehidupan a rafiq sebelum mati dan bereinkarnasi menjadi pelantun lagu melayu, buktinya cengkok itu abadi, tak kenal mati. saya sebagai bungsu belum punya hak berpendapat, karena demikian feodalnya keluarga kami. meski di hati kecil saya yakin itu lagu-lagu mazhab seattle.

hari ini rumah tua itu masih berdiri demikian pongah, beraroma kayu gaharu dari dupa yang saya racik sendiri, sambil mendengar lagu-lagu psikedelik dari rockstar yang sengaja saya tak peduli namanya. karena naluri-naluri menebak lagu itu sudah kalah dengan tabungan saya sendiri, yang membeli rumah tua ini, setalen-setalen.

Selasa, 15 September 2015

artaud yang menamai dirinya artaud

seteguk teh berjarak dari piramid louvre, artaud muda bergumam pada langit berhujan seputih kapas. butir demi butir salju jatuh ke jalanan bersusun batu, mengantarnya pergi dengan kereta uap ke marseille, menunggu kapal rempah ke jawa, berlayar bersama menuju tanah koloni.

3 bulan lagi.

-

di banaran kami berjumpa, kebun kopi robusta yang membanjiri pasar eropa. disini, di kedai yang menyangrai kopi beraroma bakar daging kelapa. artaud menulis puisinya di kertas daluang, dengan pena bulu angsa, sesekali menghiasinya dengan gambar bebungaan dari ampas kopi. ia terlihat seperti kerumitan yang, bagi kami penikmat voltaire, seperti takdir zadig.
aku ingin menjadi artaud, demikian katanya, meninggalkan antonin muda tersesat dalam belantara filsafat, yang dengan bangga para pemuja menamainya rennaisance. pada saat yang sama memaksa orang berpikir dangkal, yang di kemudian hari, dengan bangga seorang pengidap sipilis dari jerman menamainya gairah dionisian.
di ujung kebun banaran, bebunyian bonang dan saron terdengar sayup dalam senja yang memerah, seperti mengeja bait puisi lelaki jangkung agak gemulai itu. merayakan kerumitannya sendiri, seperti artaud, lalu menjadi artaud.

Senin, 07 September 2015

luka lama

menonton film mandarin lama, selalu saja terselip tema dendam, luka sejarah yang diwariskan. tidak jelas betul apakah membalas dendam adalah tradisi atau sekedar untuk bikin filmnya ramai, menjadikan bakbuk adegan kelahinya memiliki logika pembenarannya sendiri.
sassus luka lama yang terwariskan juga dialami keluarga saya, menurut sahibul hikayat, konon bapak dulu pergi merantau dalam keadaan terluka. bapak yatim piatu di usia 7 tahun saat itu, ketika jepang mendarat di indonesia, bapak dalam perjalanan kereta uap ke timur bersama pamannya.
ayahnya, kakek saya saudagar kampung dengan mewariskan cukup banyak harta, demikian menurut sassus itu, yang tidak pernah dimiliki ahli warisnya. itulah pangkal luka lama itu bermula, yatim piatu yang merasakan kerasnya rantau itu kelak menolak pulang.
tujuh puluh tahun kemudian, hari ini luka lama itu masih diingat oleh generasi setelahnya. setiap pulang kampung, saya menemukan beberapa keluarga saudara dari bapak yang canggung. konon, keluarga-keluarga itu dulu penikmat harta yatim piatu yang kelak jadi bapak saya.
entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, sampai sekarang pun saya tidak pernah tahu.
tidak seperti akhir cerita film mandarin tentang bagaimana dendam ditunaikan, saya hanya berusaha sebisa mungkin menutup cerita lama itu cukup sampai di generasi saya, agar kampung menjadi tempat tinggal yang luas untuk generasi setelah kami.
agar kematian kelak tidak menjadi bahan cerita film mandarin lagi, tentang hantu pembalas dendam yang jalannya lompat-lompat, dan alergi bawang putih. demikian.

Jumat, 04 September 2015

jun

sebulan ini saya dibikin sibuk oleh pegawai, sebut saja pegawai meski sebetulnya anak bawang saja karena masih dibawah umur buat disebut pegawai.
namanya jun, belum genap 15 umurnya. ia berasal dari keluarga yang gemar memaki, konon kata tetangganya yang juga jadi pegawai saya, selain mengabsen isi petshop, makian emak dan bapak si jun ini terdengar amatlah jauh, radius 500 meter masih terdengar jelas makiannya. tak heran, selain kasar si jun ini juga gemar memaki, kepada siapapun tak peduli usia.
setelah libur lebaran lalu, ada yg aneh darinya, ia jadi lebih rajin bicara, bahkan saat tak ada teman. lebih lucu dan sering tertawa sendiri. suatu hari ia menangis meraung dari toilet, entah meratapi apa. lalu sambil terbahak ia bilang sedih harus berpisah dengan tainya sendiri.
si jun putus sekolah, di kelas 1 tsanawiyah ia kabur dari kelas dan menolak kembali. ingin beli motor katanya, satria FU. jenis motor yang akhir-akhir ini seringkali ia bicarakan, seperti wiridan. kadang bilang ingin bunuh diri jika tak dibelikan satria FU.
minggu lalu ia minta pulang, dan tentu saja saya ijinkan, karena sampai sekarangpun tidak pernah saya anggap pegawai, hanya pupuk bawang.
lalu kabar dari rumahnya, setaelah dibelikan motor idamannya satria FU. tapi jun makin ngamuk saja, katanya ia minta motor satria FU, kok malah dibelikan motor suzuki, walah!
2 hari lalu jun dibawa ke dokter, diagnosanya depresi, keinginan terpendam dan kekecewaan. sambil bisik2 emaknya bilang, kata dokter ia nyaris gila karena putus cinta, dan motor satria FU itu hanya pengalihan isu, karena malu bilang putus cinta. halah..jun, begitulah cinta, deritanya tiada akhir.
yup, derita tiada akhir jika yang dipuja kedangkalan, menempatkan cinta sebagai tujuan, bukan sebuah ideologi. jun, cinta itu api untuk membakar revolusi, hanya jika memandangnya sebagai ideologi, maka cinta akan menemukan daya juangnya.
cinta itu bukan memikirkan, demikian kata feuerbach, cinta itu bertindak untuk mengubah dunia. dan ingat jun, hanya orang bebas merdeka yang bisa bertindak. karenanya, tugas pertama ideologi cinta adalah menjadikan manusia individu yang merdeka, bukan sebagai sub-ordinat, atau klien dari patron yang dicintainya. untuk sederhananya, maurice marleau ponty bilang, interpersonal subjective relationship, itulah cinta yang demokratis, partisipatif, egaliter dan terutama, merdeka. karenanya tidak akan dijalani dengan menye-menye.
cinta jenis ini yang membakar api revolusi.

cinta jenis ini tidak perlu dialihkan dengan isu motor satria FU, karena cinta ideologis tak mengenal kata putus.

Minggu, 05 Juli 2015

kambing hitam


ada sebuah negeri di mana semua penduduknya maling.
pada malam hari semua orang pergi meninggalkan rumah dengan gembok maling dan remang cahaya lentera, untuk merampok rumah tetangga. di waktu fajar, saat mereka kembali, mereka menemukan rumahnya sendiri telah dirampok.
semua orang  hidup bahagia bersama, tak seorangpun merasa kalah, karena setiap orang saling mencuri, mereka mencuri dari orang lain dan orang lain itu mencuri dari lainnya lagi, dan seterusnya, dan seterusnya sampai orang yang terakhir kecurian mencuri dari orang yang pertama mencuri. 
perdagangan di negeri itu tidak bisa terhindar dari saling mencurangi antara penjual dengan pembeli dan sebaliknya. sedangkan pemerintah di negeri itu adalah organisasi kriminal yang mencuri dari rakyatnya. lalu rakyatnya berusaha sebisa mungkin menipu pemerintah. dengan demikian kehidupan mengalir dengan lancar, tidak ada yang kaya, tidak pula ada yang miskin.

suatu hari, tanpa kita ketahui datanglah si jujur ke tempat itu. di malam hari, tidak seperti orang lain keluar dengan karung dan lenteranya, ia berdiam di rumah, merokok dan membaca novel.
para pencuri datang, mereka urung masuk melihat cahaya terang.
hal ini berlangsung sementara waktu : lalu mereka merasa harus memberitahu, jika ia tak ingin melakukan kebiasaan (mencuri) seperti orang lain, itu bukan alasan untuk bikin orang lain menghentikan kebiasaan mereka. jika setiap malam menghabiskan waktu di rumah, berarti esok hari tidak ada makanan untuk keluarga.
si jujur itu tidak dapat menerima alasan itu, ia bisa saja memilih pergi malam pulang pagi seperti yang lainnya, namun bukan untuk pergi mencuri. ia jujur, tidak dapat melakukan kebiasaan seperti orang-orang lainnya. lalu malam itu ia pergi ke jembatan, mengamati air yang mengalir di bawahnya. saat pulang, ia menemukan rumahnya kemalingan.

dalam waktu kurang dari seminggu, orang jujur itu menyadari uangnya telah habis kemalingan. tidak ada yang tersisa di rumahnya, bahkan sekedar makanan. tapi itu bukan masalah, karena ia sadar itu kesalahannya sendiri ; bukan, tapi masalahnya ia mulai marah kepada dirinya sendiri. karena ia membiarkan orang lain mencuri darinya tanpa ia mencuri dari orang lain. sehingga selalu saja ada orang yang pulang ke rumah saat fajar, menemukan rumahnya utuh. rumah yang seharusnya ia rampok. sehingga ada satu orang yang menemukan dirinya lebih kaya dari orang lain dan tidak ingin mencuri lagi. masalah semakin buruk, saat orang lain akan merampok rumah si jujur, mereka tidak menemukan apapun untuk dicuri, hal itu bikin orang lain jatuh miskin.

sementara itu, orang yang telah menjadi lebih kaya mulai meniru kebiasaan si jujur pergi malam hari ke jembatan, mengamati air yang mengalir di bawahnya. hal itu menambah keresahan, karena berarti akan semakin banyak orang menjadi lebih kaya, dan semakin banyak orang menjadi lebih miskin.

sekarang, orang-orang kaya itu mulai sadar jika setiap malam mereka pergi ke jembatan, maka mereka akan segera jatuh miskin. dan mereka mulai berpikir " mari kita membayar orang miskin untuk keluar rumah, dan merampok untuk kita"
mereka bikin kontrak, gaji tetap, persentase dari rampokan. mereka masih maling tentu saja, mereka masih berusaha saling tipu satu sama lain. pada akhirnya yang kaya menjadi makin kaya, dan yang miskin semakin miskin, dan semakin miskin lagi.

beberapa orang kaya berhenti turun tangan langsung menjadi pencuri, tetapi mereka tetap membayar orang lain tetap mencuri untuknya agar tetap kaya. karena jika mereka berhenti, mereka akan segera jatuh miskin, karena orang-orang miskin mencuri darinya. lalu mereka membayar yang termiskin dari orang-orang miskin itu untuk menjaga hartanya dari curian orang-orang miskin. itu berarti membentuk kepolisian dan membangun penjara.

hal itu terjadi beberapa tahun sejak kedatangan si jujur, orang-orang tak lagi bicara tentang pencurian dan kecurian, melainkan tentang si kaya dan si miskin ; tetapi mereka semua masih tetap pencuri.

satu-satunya orang jujur yang mengawali kisah ini, telah meninggal dalam masa yang sangat pendek, kelaparan.

kambing hitam - italo calvino.